Kemampuan matematika, musik atau cara berbicara dianggap sebagai bakat bawaan atau biologis dalam gen manusia. Tapi hal tersebut tidak sepenuhnya benar, karena bakat bisa diperoleh dengan latihan.
David Shenk, seorang penulis Amerika di bidang genetika, meminta orang untuk berpikir lagi jika mengatakan bakat atau kejeniusan seseorang berasal sepenuhnya dari gen alias keturunan.
Menurutnya, kecenderungan untuk mengatakan kemampuan tersebut adalah genetik (predisposisi) telah sangat dilebih-lebihkan. Pandangan ini menyebabkan terabaikannya potensi yang dimiliki dalam diri seseorang.
“Ada kesalahpahaman yang mendalam tentang sebuah prestasi besar. Gen tidak membatasi kita untuk biasa-biasa saja atau lebih buruk dari itu,” kata David Shenk, seperti dilansir dari Timesonline
Dalam buku barunya The Genius in All of Us, yang menggambarkan perbandingan dengan karya sosiolog pop Kanada Malcolm Gladwell, Shenk menggambarkan bahwa DNA manusia terbuka untuk terus-menerus dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal.
Alam dan pemeliharaannya secara konstan berinteraksi, sama halnya dengan gen yang dapat diaktifkan atau dinon-aktifkan atau diungkapkan ke derajat yang berbeda-beda, tergantung pada lingkungannya.
Bidang epigenetika semakin menunjukkan bahwa pengalaman lingkungan selama hidup meninggalkan jejak pada gen, yang diwariskan kepada anak-anak. Shenk berpandangan pengaruh lingkungan dapat melebihi apa yang mungkin dianggap sebagai keterbatasan manusia.
Sebagai contoh kemampuan bermusik. Banyak pemusik yang mengatakan bahwa dia terlahir tanpa bakat musik atau ada yang mangatakan dia terlahir untuk bermusik. Faktanya adalah tidak ada seseorang yang terlahir dengan bakat bawaan. Setiap orang terlahir dengan potensi nada bermusik.
Hal ini bisa dilihat dalam jumlah keseluruhan kasus (prevalensi) yang jauh lebih tinggi seperti China negara yang berbahasa dengan nada yang sempurna. Orang China berkomunikasi sehari-hari dengan nada yang sempurna, sehingga menjadi lebih baik dalam hal itu.
Memiliki keunggulan genetik dalam bidang olahraga tertentu juga dipertanyakan. Keberhasilan pelari maraton Kenya misalnya bukan berasal dari gen melainkan budaya yang telah mendarah daging. Banyak anak-anak Kenya berlari 8 hingga 10 km per hari sejak usia 7 tahun.
Bahkan ciri-ciri kepribadian seperti keuletan atau ketekunan untuk mempengaruhi keberhasilan dalam setiap bidang kehidupan dapat dilatih.
Persepsi pembatasan diri adalah salah satu hambatan terbesar untuk prestasi besar atau jenius. Dalam sebuah percobaan, anak-anak diberi diberi pilihan untuk menerima satu marshmallow dengan segera atau menunggu 15 menit untuk mendapatkan dua buah marshmallow.
Sepertiga dari anak-anak segera memilih satu marshmallow (manisan), sepertiga lainnya menunggu beberapa menit, tetapi menyerah karena tergoda, sedangkan sepertiga terakhir sabar menunggu untuk menerima dua marshmallow.
Pesan yang diperoleh dari hal ini adalah anak yang secara alami lebih disiplin dan ditakdirkan untuk berbuat lebih baik. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa anak-anak dapat diajarkan manfaat menunda kepuasan. Shenk mengatakan bahwa semua orang tua bisa belajar dari ini.
“Ada logika melingkar tentang bakat. Ketika Anda melihat seseorang yang hebat, misalnya David Beckham sebagai pemain sepak bola, mereka begitu jauh dari apa yang Anda mampu, kemudian Anda akan berasumsi bahwa Anda tidak bisa sampai di sana,” kata Shenk.
Shenk mengakui bahwa judul bukunya dimaksudkan untuk menjadi provokatif, tetapi ia mengatakan, “Saya tidak mengatakan bahwa siapa pun bisa apa saja, tapi tidak ada yang dapat menjadi besar dalam segala hal kecuali jika mereka memiliki keyakinan mendasar tentang kemungkinan”.
Oke semoga bermanfaat untuk semua……..>>> by abdisr blogger
Sumber : http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=813
http://www.huteri.com/
Posting Komentar untuk "Sekilas tentang kejeniusan-kecerdasan"
pengunjung yang baik selalu berkomentar
link aktif ane hapus